BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya. Secara garis besar trauma ocular dibagi dalam 3 kategori : trauma mekanik, trauma fisika dan trauma kimia.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang asuhan keperawatan pada trauma mata
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu trauma mata
b. Untuk mengetahui jenis-jenis trauma mata
c. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi mata
d. Untuk mengetahui etiologi dari trauma mata
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma mata
f. Untuk mengetahui patofisiologi trauma mata
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang trauma mata
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan truma mata
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat kimia ataupun oleh benda keras dan tajam. (Tamsuri, Anas. 2004)
Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda-terutama pria-merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami trauma tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasn, ledakan aki, cedera yang berhubungan dengan olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. Selain itu, semakin banyak trauma mata yang terjadi akibat kecelakaan oleh tali bungee atau senapan angin paintball. Pemakaian sabuk pengaman mobil mengurangi insidens cidera akibat kaca yang berasal dari pecahan kaca mobil bagian depan. Masih belum jelas apakah kantong udara (air bag) meningkatkan atau menurunkan insidens cedera pada mata. Trauma mata yang berat dapat menyebabkan cedera multiple pada palpebrae, bola mata, dan jaringan lunak orbita. (Paul Riordan-Eva, 2009)
Trauma mata dibagi menjadi :
1. Trauma Mata Mekanik
a. Trauma mata tumpul (contusio oculi)
Trauma tumpul adalah trauma pada mata yang akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi dan non perforasi. Cedera perforasi dapat menyebabkan bahaya seperti infeksi intra okuler, retensi serpihan benda asing didalam bola mata dan kerusakan struktur mata yang lebih dalam dan lebih halus. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna atau interna mata.
b. Trauma mata tajam (perforasi trauma)
Cedera tajam atau tembus disebabkan oleh benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata seperti kaca, logam atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan proses pengelasan, dan peluru. Benda memasuki mata melalui kelopak mata, sclera atau kornea. Prognosis visual akibat cedera ini bersifat jelek. (istiqomah, indriana N. 2003)
2. Trauma Mata Fisika
a. Trauma radiasi sinar inframerah
Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang terkumpul dan ditangkap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa.
b. Trauma radiasi sinar ultraviolet
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 – 295 nM. Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari.
Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu dan tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
c. Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.
3. Trauma Mata Kimia
a. Trauma asam
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi lebih dalam.
b. Trauma basa
Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata. Alkali dengan mudah dan cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi
( http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/trauma-oculi)
2.2 Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.
Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.
Trauma Mekanik
1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel.
2. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema.
3. Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan sebagainya.
(http://dcolz.wordpress.com/2010/12/28/askep-pasien-trauma-mata/)
2.3 Manifestasi Klinis
- Nyeri
- Mata merah
- Tanda-tanda iritasi
- Keluarnya air mata yang berlebihan
- Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata
- Merasa ada sesuatu pada mata
- Pembengkakan kelopak mata
- Penglihatan kabur (http://dewisriwulandaricases.wordpress.com/2012/01/22/laporan-kasus-mata/)
2.4 Pathofisiologi
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
a. Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis (tidak dapat membuka sempurna) yang permanent
b. Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata di pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
c. Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva
d. Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
e. Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.
Pada trauma tumpul dapat menimbulkan edema kornea dengan keluhan penglihatan kabur, terlihat pelangi di sekitar cahaya, kornea keruh. Dapat pula terjadi erosi/abrasi dan laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea. Jika tidak merusak membrane bowman atau stroma, maka trauma cepat sembuh tanpa meninggalkan gangguan penglihatan. Bahaya utama adalah infeksi karena hilangnya barier alami yaitu epitel kornea.
f. Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat. Dapat juga menimbulkan subluksasi (perpindahan tempat) lensa mata bahkan luksasi lensa mata dengan penyulit glaucoma sekunder dan inflamasi intraokuler/jaringan uvea (iridosiklitis). Rupture tidak langsung pada kapsul lensa dapat menyebabkan katarak traumatic yang akan menyebabkan pengurangan tajam penglihatan sampai kebutaan.
g. Iris
Jika terjadi trauma pada bagian ini dapat menimbulkan hifema (darah dibilik mata depan) akibat robekan iris atau badan silier. Hifema biasanya mengalami penyerapan spontan, tetapi jika hifema penuh dan penyerapan sukar, dapat menimbulkan glaucoma sekunder dan hemosiderosis kornea. Kornea akan mengalami perubahan warna karena resapan darah yang disebut imbibisi bubi. Jika dibiarkan akan berakhir dengan kebutaan (ftisis bulbi).
Jika trauma bersifat ringan, pupil akan menyempit karena kontraksi m. sfingter pupil. Jika trauma berat, akan terjadi kelumpuhan m. sfingter pupil sehingga pupil akan melebar dan reaksi terhadap cahaya menjadi lambat atau hilang. Trauma juga menyebabkan iris terlepas dari insersinya (iridodialisis) sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal pupil terbentuk lubang baru.
h. Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis
i. Retina
Bila terjadi trauma dapat menyebabkan edema macula retina (commotion retinae atau edema Berlin)dapat terjadi karena terkumpulnya cairan dijaringan subretina dengan keluhan skotoma sentral. Robekan retina hamper selalu diikuti lepasnya retina (ablasio retina) ditandai dengan tajam penglihatan menurun, adanya fotopsia (kilatan cahaya), lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
(istiqomah, indriana N. 2003)
2.5 Pathway (terlampir)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
2. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ tersebut.
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
4. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
5. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
6. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
2.7 Penatalaksanaan
Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu :
1. Fase kejadian (immediet)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
a. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
b. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
c. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata
d. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata
e. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps
f. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.
2. Fase akut (sampai hari ke 7)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
- Mencegah infiltrasi sel-sel radang
- Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini
c. Mencegah infeksi sekuder
Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase pemulihan dini (hari 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea
4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke 21)
Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi.
(http://dewisriwulandaricases.wordpress.com/2012/01/22/laporan-kasus-mata/)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Amamnesis
Riwayat trauma. Tanyakan pada klien tentang proses terjadinya trauma, berapa besarnya benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari besi, kayu atau bahan lain. Apakah benda datang dari arah depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatan benda saat mengenai mata. Adakah keluhan yang menyertai trauma ? Tanyakan pula apakah keluhan tersebut terjadi sebelum atau sesudah trauma, misalnya penurunan penglihatan, rasa sakit pada mata, dan lain-lain. Pertolongan pertama apakah yang dilakukan dilokasi?
Keluhan klien. Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata, fotofobia, kesulitan mengakomodasi mata, keterbatasan gerak mata.
Riwayat penyakit sebelumnya. Riwayat penyakit atau anomali mata sebelumnya dapat membantu menerangkan adanya gejala tambahan pada klien. Penyakit lain yang diderita klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata sulit sembuh.
Gangguan aktivitas sehari-hari dan psikososial. Klien dapat mengalami gangguan aktivitas, istirahat karena nyeri dan pembatasan aktivitas. Pada umumya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan komunikasi dan interaksi social.
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan dilakukan pada visus (menurun atau tidak ada), gerakan bola mata (dapat terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan bola mata), pupil (reaksi pupil tehadap cahaya melambat atau hilang, bentuk pupil berubah [tidak bulat pada iridodialisis, melebar pada rupture iris]), TIO (meningkat pada hifema atau hernia badan kaca), pemeriksaan khusus (sinar-X, computed tomography, USG). (istiqomah, indriana N. 2003)
3.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan mata.
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ablasio retina, gangaguan penerima sensori, edema retina, erosi kornea.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat trauma
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) berhubungan dengan kesulitan menutup mata dan nyeri mata. (istiqomah, indriana N. 2003)
5. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan mata
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol
Intervensi :
- Kaji derajat nyeri setiap hari/sesering mungkin jika diperlukan
Rasional: nyeri trauma umumnya menjadi keluhan utama, terutama nyeri akibat kerusakan kornea
- Lakukan kompres pada jaringan sekitar mata
Rasional: Kompres dingin mungkin diperlukan pada trauma fisik akut dan jika kondisi stabil (agak lama), dapat digunakan teknik kompres hangat (jika tidak ada perdarahan)
- Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Analgetik berfungsi untuk meningkatkan ambang nyeri
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ablasio retina, gangaguan penerima sensori
Tujuan : klien beradaptasi terhadap penurunan visual yang terjadi
Intervensi:
- Tentukan tajam penglihatan klien, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
Rasional: Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi
- Kurangi situasi kacau, atur pengobatan dan atur penyinaran
Rasional : Membantu klien mengenali keterbatasan penglihatan
- anjurkan klien bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup
Rasional: Mengistirahatkan mata dan mencegah komplikasi lebih lanjut
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat trauma
Tujuan : klien dapat menerima perubahan tubuhnya.
Intervensi:
- Beritahu klien tentang kondisinya dan tujuan dari tindakan yang dilakukan
Rasional: Pengetahuan akan meningkatkan kerjasama klien
- Beritahu klien tentang prognosis penyakitnya secara jujur dan beritahu pentingnya ketaatan terhadap medikasi.
Rasional: Meningkatkan penerimaan klien terhadap perubahan yang terjadi.
- Libatkan keluarga atau orang terdekat klien
Rasional: Memberikan keyakinan bahwa klien tidak sendiri dalam menghadapi masalah
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) berhubungan dengan kesulitan menutup mata dan nyeri mata
Tujuan : kebutuhan istirahat klien terpenuhi
Intervensi:
- Bicarakan dengan klien dan keluarga tentang terapi distraksi
Rasional:mengurangi nyeri
- Beri kesempatan pd klien untuk istirahat pada siang hari dan waktu tidur malam hari
Rasional: Mengurangi aktivitas mata sehingga nyeri berkurang dan kebutuhan istirahat terpenuhi
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
• Trauma mata dibagi menjadi 3 yaitu trauma mekanik, trauma fisika dan trauma kimia
• Mata terdiri dari bola mata, sclera , iris, retina, lensa, kornea, pupil
• Trauma mata berasl dari Infeksi benda asing yang tertinggal dapat bersifat beracun ataupun tidak beracun
• Tanda dan gejalanya dapat berupa nyeri, mata merah, tanda-tanda iritasi, keluarnya air mata yang berlebihan, ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata, merasa ada sesuatu pada mata, pembengkakan kelopak mata, penglihatan kabur.
• Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam.
• Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan radiologi, Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT), Pengukuran tekanan IOL dengan tonography, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan kultur, Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi
• Penatalaksanaannya tergantung pada 4 fase traumanya yaitu : fase kejadian (immediet), fase akut, fase pemulihan dini, fase pemulihan akhir
4.2 Saran
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Dengan mata kita bisa melihat indahnya dunia ini,untuk itu kita perlu menjaga kesehatan mata kita. Menjaga kesehatan mata berarti kita juga menjaga ciptaan NYA.
DAFTAR PUSTAKA
Eva- Paul Riordan dan John P. Whitcher. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum,edisi 17. Jakarta : EGC
Istiqomah, indriana N. 2003. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC
Pearce,Evelyn C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Tamsuri, Anas. 2004. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan Medikal Bedah. Jakatra : EGC
Ahmad Abu Basil .2011. “Asuhan Keperawatan Trauma Mata ”. (Online). (http://basilners.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-trauma -mata.html,diakses 15 Mei 2013)
Mariani.2013.”Trauma Pada Mata dan Telinga”.(Online).(http://riabhona.blogspot.com/2013/01/trauma-pada-mata-dan -telinga.html,diakses 15 mei 2013)
Sani rahman. 2010.“Trauma Okuli”.(Online).( http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/trauma-oculi/html, diakses 15 Mei 2013)