BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian retinopati adalah kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata berupa perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah. Akibat yang serius adalah kerusakan retina, yang kadang-kadang menetap dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan.
Penyakit renopati adalah penyakit lanjutan dari seseorang yang telah mengalami diabetes melitus atau hipertensi. Faktor yang diperkirakan penting dalam perkembangan retinopati adalah seseorang yang yang sudah dinyatakan terserang diabetes melitus dan hipertensi. Dalam suatu kasus,seseorang yang telah lama mengalami diabetes melitus,80% kepastiannya diperkirakan mengalami retinopati.
Diabetes melitus sendiri merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, atau dengan kata lain, diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gagalnya penguraian zat gula didalam tubuh (darah) pada tubuh normal, zat gula harus diurai menjadi glukosa dan glikogen oleh hormon insulin yang diproduksi sel beta pankreas. Glukosa dan glikogen inilah yang kemudian oleh tubuh melalui proses metabolisme atau pembakaran diubah menjadi energi Penyakit ini disebabkan karena berlebihnya asupan gizi (gula dalam darah). Dan saat diabetes melitus ini tidak terkontrol,akan menyebabkan komplikasi.
Sedangkan hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti Hipertensi. Gejala-gejala penyakit Hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita Hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika Hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, dan gelisah. Dan sama seperti diabetes melitus,hipertensi berkelanjutan dapat menyebabkan komplikasi,salah satu panyakit baru yang ditimbulkan adalah retinopati.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum dan spesifik tentang Retinopati
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Retinopati
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab adanya penyakit Retinopati
c. Untuk mengetahui tanda-tanda orang yang mendeita penyakit Retinopati
d. Untuk mangatahui karakteristik penyakit Retinopati
e. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit Retinopati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinopati merupakan kelompok penyakit pada retina mata (selaput jala) yang ditandai dengan gejala penurunan tajam penglihatan tanpa disertai proses inflamasi. Sering merupakan manifestasi okular (gejala pada mata) dari suatu penyakit sistemik. (Emirza Nur Wicaksono : 2013)
Retinopati adalah kelainan pada pembuluh darah retina yang apabila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan kebutaan. ( Joko Suryo : 2008 )
2.2 Klasifikasi penyakit
a. Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.
Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami retinopati diabetik hanya bila ia telah menderita lebih dari 5 tahun. Bila seseorang telah menderita DM lebih 20 tahun maka biasanya telah terjadi kelainan pada selaput jala / retina.
Retinopati diabetik sendiri dapat dibagi menjadi 2 :
1. Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR
Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada fase sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.
2. Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR
Merupakan penyulit mata yang paling parah ,karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk pembuluhdarah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti penggerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya terhalang.
b. Retinopati Hipertensi
Retinopati Hipertensi (hypertensive retinopathy) adalah kerusakan pada retina akibat tekanan darah tinggi. Pada stadium awal hipertensi mungkin tidak ada perubahan retina yang dapat diamati, konstriksi menyeluruh dan penyempitan arteriola yang tidak teratur biasanya merupakan tanda pertama pada fundus. Perubahan lain adalah edema retina, perubahan bentuk nyala api, “berak kapas”, dan edema papil.
Perubahan-perubahan ini reversibel jika penyakit ini dapat dikendalikan pada stadium awal, tetapi pada hipertensi yang berlangsung lama, dapat terjadi perubahan yang tidak reversibel, penebalan dinding pembuluh darah dapat menimbulkan gambaran kawat-perak/kawat-tembaga. (Nelson : 2000)
2.3 Etiologi
a. Retinopati Diabetik
1. Genetik atau Faktor Keturunan
2. Virus dan Bakteri
3. Bahan Toksin atau Beracun
4. Asupan Makanan
5. Obesitas
b. Retinopati Hipertensi
1. Faktor genetik (tidak dapat dimodifikasi) :
a. Usia, hipertensi umumnya berkembang antara 35 – 55 tahun
b. Etnis, etnis Amerika keturunan Afrika menempati risiko tertinggi
c. terkena Hipertensi
d. Keturunan, beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi adalah diturunkan secara genetis.
2. Faktor lingkungan (dapat dimodifikasi)
a. Diet, makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah seiring dengan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia.
b. Obesitas/kegemukan, tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan.
c. Merokok, dapat meningkatkan tekanan darah dan cenderung terkena penyakit jantung koroner. Peningkatan tekanan darah ditunjang oleh pemekatan darahdan penyempitan pembuluh darah perifer akibat dari kandungan bahan kimia,terutama gas karbon monoksida dan nikotin serta zat kimia lain yang terdapat didalam rokok
d. Kondisi penyakit lain, seperti diabetes melitus tipe 2 cenderung meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah 2 kali lipat.
2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasinitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebutVascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.
2.5 Pathway (terlampir)
2.6 Manifestasi Klinis
a) Tampak bayangan jaringan/sarang laba-laba pada penglihatan mata
b) Bayangan abu-abu
c) Mata kabur
d) Sukar membaca karena kabur
e) Ada titik gelap atau kosong ditengah lapangan pandang
f) Seperti ada selaput merah pada penglihatan
g) Nyeri mata
h) Obyek yang dilihat seperti dikelilingi lingkaran terang
i) Garis lurus yang dilihat menjadi berubah
j) Buta
(Hans Candra, 93 : 2007)
2.7 Komplikasi
a. Oklusi vaskuler retina
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya.
b. Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular.
c. Ablasio retina
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan penderita Retinopati Diabetika antara lain:
1. Indirect of Thalamoskop
Diperiksa seluruh permukaan fundus sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat dengan alat indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan midirasil.
2. Foto fundus
Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan nampak optikus, retina dan pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi medriasil.
3. Foto Fluorescein Angiografi
Dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya penderita selain ditetes medriasil, akan diinjeksi intravena dengan zat kontrassehingga gambaran detail halus epitel pigmen retina, aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh darah dan integritas fungsinya. Selain itu FFA juga berfungsi untuk memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit Retina dan Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser
Adalah teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk mengkoagulasikan jaringan, tujuannya merusak jaringan retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya pembuluh darah, melekatkan jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek dll.
5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi
Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya jaringan ikat dibadan kaca yang akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau ablasio-retina. Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga mengupas jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan photokoagulasi laser, dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang ), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
6. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian ketajaman mata
b. Kesimetrisan kelopak mata
c. Reaksi mata terhadap cahaya/gerakan mata
d. Warna mata
e. Kemampuan membuka dan menutup mata
f. Pengkajian lapang pandang
g. Menginspeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan dan inflamasi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
b. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
c. Gangguan body image berhubungan dengan biofisik (penyakit mata)
3.3 . Intervensi
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan: - Orientasi kognitif
- Status neurologis
- Fungsi sensorik
Kriteria hasil: - Klien mampu berinteraksi dengan oranglain dan lingkungan.
- Klien mampu memperlihatkan pikiran yang logis
Intervensi :
1. Pemantauan : cegah dan minimalkan komplikasi neurologis
2. Peningkatan komunikasi: ajarkan berkomunikasi yang efektif
3. Managemen lingkungan
4. Aktivitas kolaborasi
2. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
Tujuan: - Status fungsi sensori
- Perilaku keamanan personal
Kriteria hasil: - Klien mampu mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera
- Klien mampu menghindari cedera fisik
Intervensi:
1. Pantau dan manipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi keamanan
2. Edukasi kesehatan
3. Bantu klien dalam menerima dan mempelajari metode alternatif agar dapat hidup dengan kemampuan melihat.
3. Gangguan body image berhubungan dengan biofisik (penyakit mata)
Tujuan: -adaptasi ketunadayaan fisik
-citra tubuh
-penyesuaian psikososial
Kriteria hasil: - Klien mampu mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh
- Klien mampu mengenali dampak situasi pada hubungan personal
- Klien mampu mengambil tanggung jawab untuk perawatan diri
Intervensi :
1. Peningkatan citra tubuh : tingkatkan persepsi sadar dan tak sadar klien serta sikap terhadap tubuh klien
2. Peningkatan koping : bantu klien untuk beradaptasi terhadap perubahan hidup
3. Edukasi
4. Identifikasi risiko
5. Peningkatan harga diri : bantu klien untuk meningkatkan penilaian personal terhadap harga diri
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Retinopati diabetik:
Pada Diabetes Melitus perisi pada pembuluh darah menghilang sehingga pmbuluh darah lebih tipis. Akibat lumen pembuluh darah tidak mulus sehingga mudah terbentuk trombus --> lumen menyempit --> oklusi --> retina putih2 karena iskemia --> rangsang angiofaktor --> neovaskular yang rapuh --> mudah perdarahan --> perdarahan di retina (yang keluar eksudat) --> pandangan kabur.
2. Retinopati hipertensi:
HT --> pembuluh darah kaku --> penumpukan lemah di pembuluh darah (plak kuning) --> hiper (menebal) putih di pembuluh darah --> mikroaneurisma mudah pecah --> perdarahan --> kabur.
4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis memberi saran kepada pembaca, bahwa kita sebagai calon perawat profesional perlu mengetahui serta memahami tentang penyakit retinopati baik secara umum maupun yang khusus. Selain itu juga sebagai calon perawat yang profesional, kita harus memanfaatkan teknologi yang ada untuk diterapkan pada keperawatan retinopati.
DAFTAR PUSTAKA
Ciwi. 2012. Askep pada gangguan mata. (online). http://ciwincemoot.blogspot.com/2012/06/askep-pada-gangguan-mata.html/diakses pada 21 mei 2013
Daeng. 2010. Retinopati diabetik. (online) http://daengbantang.blogspot.com/2010/05/retinopati-diabetik.html/diakses 10 juni 2013
Emirza Wicaksono.2013. retinopati. (online) http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/02/05/retinopati/diakses 10 juni 2013
Http://tipsdokterumum.blogspot.com/2012/06/retinopati-diabetik.html
Suryo, joko. 2008. Rahasia herbal penyembuhan diabetes. PT mizan Pubika
Tandra, hans. 2007. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tengtang diabetes. Jakatra : PT. Gramedia Pustaka Utama
Wahab, samik. 2000. Nelson ilmu kesehatan anak vol 3 edisi 15. Jakarta : EGC
Wilkinson,Judith M & Nanci R.Ahern. 2012. Buku Saku Pragnosin Keperawatan Edisi 9 Diagnosa Nanda Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC