askep Sindrom nefrotik

KONSEP DASAR


1. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein dalam urin (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerolus. (Nursalam,dkk.2011:58)

2. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat di sebabkan oleh glomerulusnefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat penyakit iskemik.
Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab sindrom nefrotik yang paling sering. Dalam kelompok glomerulonefritis primer, glomerolunefrits lesi minimal, glomeruloskerosis fokal segmental, glomerulonefritis membranoproliferatif merupakan kelainan histopatologik yang sering di temukan.
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering di jumpai misalnya pada glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat antiinflamsi non-steroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada lupus erithomatosus sistemik dan diabetes melitus.
1. Glomerulonefritis primer :
  • GN Lesi minimal (GNLM)
  • Glomerulosklereosis fokal (GSF)
  • GN Membranosa (GNMN)
  • GN Membranoproliferatif (GNMP)
  • GN Proliferatif lain
2. Glomerulonefritis sekunder akibat :
Infeksi : HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma, TBC dan lepra.
3. Keganasan : adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgkin, mieloma multiple dan karsinoma ginjal.
4. Penyakit jaringan penghubung : LES, RA, MCTD (mixed connective tissue disease)
5. Efek obat dan toksin : Obat anti inflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, captopril, heroin.
Lain-lain : DM, amiloidosis, pre-eklamasia, rejeksi alograf kronik, reflaks vesikouerter, atau sengatan lebah. (Sudoyo W.Aru, 2010:999)

3. Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbumnemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengakibatkan sistem renin-angiotensinogen menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peninglatan konsentrasi lemak dalam darah(hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrisik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini di anggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis kronis, diabetes melitus di sertai  glomerulonefritis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erithomeatosus sistemik dan trombosis vena renal.
Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.(Muttaqin, Arif dan Kumala Sari,2011:80-81)

4. Manifestasi Klinis
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan sindrom nefrotik adalah :
a. Penurunan haluaran urin dengan urin gelap, berbusa
b. Retensi cairan dengan edema berat(edema fasial, abdomen, area genital dan akstremitas)
c. Distensi abdomen karena edema dan edema usus yang mengakibatkan kesulitan bernafas, nyeri abdomen, anoreksia dan diare.
d. Pucat
e. Keletihan dan intoleransi aktifitas. (Betz L.Cecily dan Linda A.Sowden,2009:443)

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien sindrom nefrotik adalah sebagai berikut ini :
a. Penurunan voloume intravaskuler(syok hipovolemik)
b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan(Trombosis Vena)
c. Gangguan pernafasan yang berhubungan dengan retensi cairan dan distensi abdomen
d. Kerusakan kulit (dari edema berat, penyembuhan buruk)
e. Infeksi (Khususnya selulitis, peritonitis, pneumonia dan septikemia)
f. Efek samping terapi steroid yang tidak di inginkan

6. Penatalaksanaan
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 g/kgbb/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
3. Dengan antibiotik bila ada infeksi.
4. Diuretik
5. Kortikosteroid

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maximum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maximum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selam 4 minggu.
Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30mg, 20mg, 10mg sampai akhirnya dihentikan


ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium
Intervensi:
a. Catat intake dan output secara akurat
Rasional: Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
b. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine
Rasional: Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
c. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam.
Rasional: Mencegah edema bertambah berat

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat efek sekunder dari anoreksia,mual,muntah.
Intervensi :
a. Catat intake dan output makanan secara akurat
Rasioanal: Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
b. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.
Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
c. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup
Rasioanl: Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk

3.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
Intervensi :
a. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung.
b. Tempatkan anak di ruangan non infeksi.
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
d. Lakukan tindakan invasif secara asepti

Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk mendiskusikan perasaan mengenai perubahan penampilan
b. Kaji pengetahuan pasien terhadap adanya potensi kecacatan yang berhubungan dengan pembedahan dan perubahan.
c. Pantau kemampuan pasien untuk melihat perubahan bentuk dirinya.
d. Diskusikan pilihan untuk rekontruksikan dan cara-cara untuk membuat penampilan yang kurang menjadi menarik.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddath.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta:Salemb Medika
Nursalam,dkk.2011.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem perkemihan.Jakarta:Salemba Medika
Sudoyo W.Aru,dkk.2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II Edisi V.Jakarta pusat: Interna Publishing

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : askep Sindrom nefrotik