BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia masih banyak penyakit yang menjadi masalah kesehatan, salah satu diantaranya ialah sistitis (peradangan pada kandung kemih) yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Pada infeksi ini sering tejadi pada masyarakat yang kurang mampu karena tinggkat pengatahuan masyarakat tentang infeksi saluran kemih yang rendah.
Sistitis adalah salah satu penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) yaitu adanya peradangan bakterial yang berkembangbiak di saluran kemih disertai adanya kolonisasi mikroba di urin. Sedangkan Sistitis sendiri merupakan peradangan pada kandung kemih itu sendiri tanpa disertai radang bagian atas saluran kemih. Karena Sistitis merupakan ISK bagian bawah. Infeksi kandung kemih umumnya terjadi pada wanita, terutama pada masa reproduktif. Beberapa wanita menderita infeksi kandung kemih secara berulang.
Salah satu penyakit yang banyak dan sering menyerang kaum wanita, tapi tidak disadari adalah Cystitis. Penyakit Cystitis, memang sifat dan gejalanya cenderung sebagai gangguan yang biasanya tidak terlalu ditanggapi oleh penderitanya. Misalnya, penderita akan sering ke belakang dan saat berkemih terasa perih. Selain itu, bagi yang telah menikah akan terganggu saat melakukan hubungan intim. Gejala lainnya termasuk kram, sakit punggung, meningkatnya suhu tubuh, kadang-kadang kencing berdarah.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan mengulas tentang sistitis baik dalam penanganan keperawatan maupun medikasinya. Dalam makalah ini pembahasan meliputi anatomi fisiologi sistem perkemihan, definisi, etiologi dan faktor risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan medis, keperawatan dan manajemen serta asuhan keperawatan pada klien dengan sistitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Definisi Sistitis (Cystitis)
Cystitis (sistitis) adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra (Nursalam & Fransisca, 20011 : 111).
Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak berespon terhadap antibiotik (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435).
2.3 Klasifikasi Sistitis
Sistitis dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
b. Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak berespon terhadap antibiotik (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435).
2.4 Etiologi
Berdasarkan dari pembagian sistitis maka etiologi yang dapat menyebabkan sistitis adalah sebagai berikut :
a. Sistitis akut
Penyebab dari inflamasi kandung kemih adalah infeksi yang diakibatkan oleh bakteri, seperti E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresu (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
Cara penularan :
a) Melalui hubungan intim
b) Pemakaian kontrasepsi spermisid diafragma karena dapat menyebabkan sumbatan parsial uretra dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap serta perubahan pH dan flora normal vagina (Nursalam & Fransisca B., 2011 : 112).
b. Sistitis interstitial
Penyebab sistitis interstitial belum diketahui meskipun terdapat dugaan berasal dari suatu inflamasi atau otoimun (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435).
Menurut Arif Muttaqin dan Kumala Sari (2011: 208) etiologi sistitis interstitial belum diketahui dan kemungkinan multifaktorial. Beberapa faktor yang memungkinkan adalah sebagai berikut :
1) Peran patogenik dari sel mast di dalam lapisan mukosa kandung kemih
2) Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen kandung kemih sehingga peningkatan permeabilitas jaringan submukosa yang mendasari untuk zat beracun dalam urin
3) Infeksi dengan agen (misalnya virus lambat atau bakteri)
4) Produksi toksin dalam urin
5) Reaksi hipersinsitivitas neurogenik atau peradangan diperantarai secara lokal pada kandung kemih
6) Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional pengeluaran urin
7) Gangguan autoimun
2.5 Patofisiologi
Pada wanita biasanya berupa sistitis akut karena jarak uretra ke vagina pendek (anatomi), kelainan periuretral, rektum (kontaminasi) feses, efek mekanik coitus, serta infeksi kambuhan organism gram negatif dari saluran vagina, defek terhadap mukosa uretra, vagina dan genital eksternal memungkinkan organism masuk ke vesika perkemihan. Infeksi terjadi mendadak akibat flora (E. Coli) pada tubuh pasien.
Pada laki-laki abnormal, sumbatan menyebabkan struktur dan hiperplasi prostatic (penyebab yang paling sering terjadi). Infeksi saluran kemih atas penyebab penyakit infeksi kandung kemih kambuhan (Nursalam dan Fransisca B, 2011 : 111-112).
Sedangkan patfisiologi sistitis interstitial masih kurang dipahami. Berbagai etiologi telah diajukan, tidak ada yang cukup menjelaskan secara baik bagaimana proses tersebut dapat dijelaskan. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sistitis interstitial merupakan sejumlah kondisi yang belum terdefinisi dari berbagai patologis yang berbeda, akhirnya hadir sebagai sindrom klinis frekuensi BAK, urgensi, dan nyeri panggul (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011 : 209).
2.6 Manifestasi Klinis
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi.
Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa nyeri atau sakit di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum yang menurun.
Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas (Basuki B. Purnoma, 2008 : 44).
Sedangkan menurut Nursalam dan Fransisca B. (2011 : 112) manifestasi dari sistitis adalah sebagai berikut :
a. kemerahan pada kandung kemih
b. edema pada kandung kemih
c. kandung kemih hipersensitif jika berisi urine
d. inkontinensia
e. sering berkemih
f. Nyeri di daerah suprapubik
g. Eritema mukosa kandung kemih
h. Hematuria
i. Jarang disertai demam
j. Mual
k. Muntah
l. Lemah
m. Kondisi umum menurun
n. Bakteriuria (10.000/ml:infeksi)
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari perburukan sistitis adalah sebagai berikut :
a. Pyelonefritis
b. Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)
(Nursalam dan Fransisca, 2009: 113)
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk membantu pengobatan pada klien dengan cystitis dilakukan dengan bantuan medis berupa terapi farmakologi dan juga penatalaksanaan keperawatan, berikut ini petalaksanaanya:
a. Farmakoterapi
Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, dipilih antimikroba yang masih cukup sensitif terhadap kuman E. Coli, antara lain : nitrofurantoin, trimetroprim sulfametoksazol, atau ampisilin.
Kadang-kadang diperlukan obat-batan golongan antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic pada saluran kemih (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
Sedangakan Tidak ada pengobatan standar ataupun pengobatan efektif untuk sistitis interstisialis. Beberapa jenis pengobatan yang pernah dicoba dilakukan pada penderita sistitis interstisialis:
1) Dilatasi (pelebaran) kandung kemih dengan tekanan hidrostatik (tenaga air)
2) Obat-obatan (elmiron, nalmafen)
3) Anti-depresi (memberikan efek pereda nyeri)
4) Antispasmodik
5) Klorapaktin (dimasukkan ke dalam kandung kemih)
6) Antibiotik (biasanya tidak banyak membantu, kecuali jika terdapat infeksi kandung kemih)
7) DMSO (dimetilsulfoksida), untuk mengurangi peradangan
8) Pembedahan.
b. keperawatan
penatalaksanaan keperawatan pada Cystitis akut adalah sebagai berikut :
1) Minum banyak cairan untuk mengeluarkan bakteri yang ada dalam urine
2) Membuat suasana air kemih menjadi basa yaitu dengan meminum baking soda yang di larutkan dalam air
Sedangkan penatalaksanaan pada Cystitis interstitial adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari
2) Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan haluan setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang
3) Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang
4) Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : CD dari nylon
5) Istirahat dan nutrisi adekuat
6) Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dan labolatorium yang dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya sistitis meliputi pemeriksaan urin berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urin sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Jika sistitis sering mengalami kekambuhan perlu difikirkan adanya kelinan lain pada buli-buli (keganasan, urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG) atau sistoskopi (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian keperawatan
Pengkajian yang diperlukan pada klien dengan cystitis menurut Nursalam dan Fransisca (2011: 113-114) adalah sebagai berikut :
a. Kaji riwayat gejala infeksi saluran kemih: nyeri, sering berkemih, mendadak, hesitensi dan perubahan warna urine.
b. Kaji hubungan antara infeksi saluran kemih dengan hubungan kelamin, kontrasepsi, dan kebersihan pribadi.
c. Kaji volume urine, warna, konsentrasi dan bau.
d. Tanyakan kebiasaan berkemih: personal hygiene, metode kontrasepsi (jika menggunakan diafragma dan spermatisid) di hubungkan dengan sistisis.
e. Tanyakan pasien gejala yang berhubungan dengan cairan pervagina (keputihan), iritasi,disuria merupakan gejala vaginistis atau PMS (Penyakit Menular Seksual)
f. Pemeriksaan suprapubik (benjolan).
3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan cystitis adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cidera biologis
b. Inkontinensia urin berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat peradangan kandung kemih
c. Kurang pengetahuan
3.3 Interensi
Intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan cystitis menurut NANDA adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cidera biologis
Tujuan : mengendalikan nyeri
Kriteria hasil :
1) Memperlihatkan pengendalian nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Mengenali awitan nyeri
4) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keperahan nyeri
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi secara efektif
3) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung.
b. Inkontinensia urin berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat peradangan kandung kemih dan infeksi kandung kemih
Tujuan : kontinensia urin (kendali eliminasi urin dari kandung kemih)
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan kontinensia urin
Intervensi :
1) Kaji kemampuan mengidentifikasi keinginan untuk berkemih
2) Identifikasi pola berkemih (baik berkemih setelah asupan tertentu atau berkemih setelah interval tertentu)
3) Untuk pasien yang menjalani kateterisasi interminten, pantau warna, bau dan kejernihan urin dan lakukan urinalisa secara sering untuk memantau infeksi
4) Pelatihan kebiasaan berkemih mandiri
c. Kurang pengetahuan b/d kurang familier dengan sumber-sumber informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda- tanda gelisah.
kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah
2) Klien tenang
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
3) Beri support pada klien
d. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen
Tujuan : menunjukkan toleransi aktivitas
Kriteria hasil :
1) menunjukkan toleransi aktivitas, yang dibuktikan dengan aktivitas tidak mengalami gangguan
2) Frekuensi pernapasan saat berbicara normal
Intervensi :
1) kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah posisi
2) Kaji respon emosi dan sosial terhadap aktivitas
3) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk aktivitas
e. Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan penyebaran penyakit
Tujuan : pengendalian infeksi
Intervensi :
1) pantau tanda & gejala infeksi (misalnya suhu tubuh)
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentangan terhadap infeksi (missal usia lanjut, malnutrisi)
3) Pantau hasil labolatorium (hitung darah lengkap, hitung protein serum, albumin)
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Simpulan
Systitis terjadi karena adanya kuman / bakteri yang masuk kedalam vesika urinaria melalui uretra dari mikroba yang terkandung dalam urin yang lama tertampung dalam vesika urinaria dan akan menginfeksi di kandung kemih. Pada wanita lebih cenderung terkena systitis karena uretra pendek dibanding pria. Setelah terjadi infeksi akibat dari kuman dalam urine yang tertampung dalam vesika urinaria akan menyebabkan daerah tersebut meradang.
Pengenalan penyakit sistitis secara dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk mencegah kekambuhan infeksi dan kemungkinan komplikasi seperti pielonefritis atau sepsis. Tujuan penanganan adalah untuk mencegah infeksi agar tidak berkembang dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
4.2 Saran
Perawat diharapkan lebih teliti dalam melakukan proses keperawatan yang disini ditujukan untuk mempercepat proses kesembuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Isselbacher, dkk. 1999. Harrison’s Prinsip-Prinsip Ilmu enyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam dan Fransisca. 2011. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.