BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Terlepas dari bentuk spesifik serotipe-nya,leptospirosis dimaknai sebagai penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro-organisme patogen yang dikenal dengan nama leptospira interogans. Penyakit ini pertamakali di kemukakan oleh weil pada tahun 1886 Sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai oleh ikterus. Nama lain dari penyakit ini adalah mudfever, slimefever, swineherd’s disease,swampfever, autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane cutter fever (Anonymous, 2006)
Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan, sampai dengan gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai weil’s syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis hemoragika. Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat, menjadikan penyakit ini termasuk dalam the emerging infectious diseases (Green-McKenzie, 2006).
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus.
Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen – 54 persen tergantung sistem organ yang terinfeksi
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Penyakit Leptospirosis ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa.
Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease) Urin (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan.
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia,baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis . Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel militer . Selain itu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi. Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.
2.2 Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira. Genus leptospira terdiri dari 2 kelompok atau kompleks, yaitu patogen linterrogans, dan yang non patogen atau saprofit L.biflexa. Kelompok patogen terdapat pada hewan dan manusia. Ciri khas dari organisme ini yakni terbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 cm dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkat, membentuk suatu kait terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan flagella. SP irochaeta ini halus, sehingga dalam mikroskopis lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil dengan pemeriksaan lapangan redup mikroskopis biasa morfologi lekospira secara vibum dapat dilihat. Lepto spina membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk membuat kultur yang positif dengan mediaum Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik.
Kelompok yang patogen terdiri atas sub group yang masing-masing terbagi atas berbagai serotipe yang jumlanya sangat banyak. Saat ini telah ditemukan lebih dari 240 serotipe yang tergabung dalam 23 sergrup, diantaranya yang dapat menginfeksi manusia adalah licterohaemorhagiae, L.Javanika, L. celledoni, L. canicola, L. ballum, L. pyrogeres, Lcynopterl, L. automnalis, L australis, L pomona, L. gripothyphosa, L hepdomadis, L batakae, L tardssovi, L. panaka, L. anadamena (shermani), L rananum,L bufonis, L. copenhageni.
Menurut para peneliti yang sering menginfeksi manusia adalah Lictero haemorrhagieae dengan reservoir tikus, L canicola dengan reservoir anjing, dan L. pmona dengan reservoirnya sapi dan babi.
Mikroorganisme yang pada dasarnya merupakan aquaticmicroorganims dan slaw-growing anaerobes ini mempunyai bentuk coild, tipis, dengan panjang 6-20 om, lebar kurang lebih 1 om, highly motile, salah satu ujungnya membentuk kait, dan mempunyai 2 peripplasmik flagela yang memungkinkan mikroba ini menembus jaringan (speelman, 2005). Bentuk dan gerakan leptospira dapat dilihat secara lebih jelas dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap (dark-field microscope) dan pengecatan silver impreg nation. Pertumbuhan leptospira membutuhkan media dan kondisi khusus serta waktu berminggu-minggu agar dapat diperoleh kultur yang positif (levett, 2001). Media yang umum dipakai adalah media fletcher’s.
2.3 Patofisiologi
Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka/erosi dengan air, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira. Leptospira yang masuk melalui kulit maupun selaput lendir yang luka/erosi akan menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh melalui darah. Sistem imun tubuh akan merespon sehingga jumlah laptospira akan berkurang, kecuali pada ginjal yaitu tubulus, dimana akan terbentuk koloni-koloni pada dinding lumen yang mengeluarkan endotoksin dan kemudian dapat masuk ke dalam kemih.
2.4 Tanda dan Gejala Leptospirosis
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 – 26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa.
Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik. Slain itu ada Sindrom Weil yang merupakan bentuk infeksi Leptospirosis yang berat.
Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah, nyeri otot, merah, muntah dan mata merah. Aneka gejala ini bisa meniru gejala penyakit lain seperti selesma, jadi menyulitkan diagnosa. Malah ada penderita yang tidak mendapat semua gejala itu.
Ada penderita Leptospirosis yang lebih lanjut mendapat penyakit parah, termasuk penyakit Weil yakni kegagalan ginjal, sakit kuning (menguningnya kulit yang menandakan penyakit hati) dan perdarahan masuk ke kulit dan selaput lendir. Pembengkakan selaput otak atau Meningitis dan perdarahan di paru-paru pun dapat terjadi. Kebanyakan penderita yang sakit parah memerlukan rawat inap dan Leptospirosis yang parah malah ada kalanya merenggut nyawa.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis mulai dari keluhan atau gejala yang ringan sajat seperti demam keluhan mirip influenza, sebagaimana yang dikenal dengan weil disease, meskipun hal tersebut jarang terjadi kebanyakan leptospirosis tidaklah selamanya muncul sebagai penyakit yang berat. Masa tunas berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari dengan rata-rata 10 hari). Biasanya akan ditemui perjalanan klinis bifisik. FASe I yang dinamakan fase leptospiremia adalah fase dijumpainya leptospira dalam darah. Pada fase leptospriremia ini timbul gejala demam yang mendadak disertai gejala sakit yang mendadak bagian kepala. Frontac, oksipital atau bitemporal. Juga dijumpai gejala keluhan nyeri otot, nyeri tekan, pada otot terutama otot gastrolenemius, paha dan pingggang. Juga sering dijumpai pula mual, muntah, dan mencret.
Fase yang ke-2 (fase imun) yaitu berkaitan dengan munculnya antibodi IeM, sementara konsentrasi C3 normal, manifestasinya lebih klinis atau bervariasi dari fase 1. Setelah relatif asimtomatik selama 1-3 hari gejala pada fase ini sudah menghilang. Fase ini demam jarang melewati 39°C, biasanya berlangsung 1-3 hari saja. Juga sering di sertai iridosiditis, mielitis, ensefalitis.
Fase yang ke-3 (fase penyembuhan), fase ini biasanya terjadi pada minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-4. Patogenesisnya belum diketahui, demam dan nyeri otot masih dijumpai yang kemudian berangsur-angsur hilang.
2.6 Komplikasi
- Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
- Pada Ginjal : Gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
- Pada Jantung : Berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak
- Pada paru paru : Batuk darah, nyeri dada, sesak napas. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernapasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva )
- Pada kehamilan : Keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
2.8 Pencegahan Leptospirosis
Yang pekerjaannya menyangkut binatang:
• Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air.
• Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata, jubah kain dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena, terutama jika ada kemungkinan menyentuh air seninya.
• Pakailah sarung tangan jika menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di dalam maupun digugurkan atau dagingnya.
• Mandilah sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa pun yang mungkin terkena.
• Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena. Cuci dan keringkan tangan sebelum makan atau merokok.
• Ikutilah anjuran dokter hewan kalau memberi vaksin kepada hewan.
Untuk yang lain:
• Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni binatang.
• Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.
• Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.
• Pakailah sarung tangan bila berkebun.
• Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah dan makanan dari perumahan.
• Jangan memberi anjing jeroan mentah.
• Cucilah tangan dengan sabun karena kuman Leptospira cepat mati oleh sabun, pembasmi kuman dan jika tangannya kering.
2.9 Pengobatan
Pengobatan kasus leptospirosis masih diperdebatkan. Sebagian ahli mengatakan bahwa pengobatan leptospirosis hanya berguna pada kasus ¬ kasus dini (early stage)atau fase awal sedangkan pada fase ke dua atau fase imunitas (late phase) yang paling penting adalah perawatan.
Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah:
1. mempercepat pulih ke keadaan normal
2. mempersingkat lamanya demam
3. mempersingkat lamanya perawatan
4. mencegah komplikasi seperti gagal ginjal (leptospiruria)
5. menurunkan angka kematian
Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin. Selain itu dapat digunakan Tetracycline, Streptomicyn, Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau moxicillin.
Pengobatan dengan Benzyl Penicillin 6-8 MU iv dosis terbagi selama 5-7 hari. Atau Procain Penicillin 4-5 MU/hari kemudian dosis diturunkan menjadi setengahnya setelah demam hilang, biasanya lama pengobatan 5-6 hari.
Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracycline dengan dosis awal 500 mg, kemudian 250 mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250-500mg /6jam peroral selama 6 hari. Atau Erythromicyn dengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5 hari. Tetracycline dan Erythromycin kurang efektif dibandingkan dengan Penicillin. Ceftriaxone dosis 1 g. iv. selama 7 hari hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengobatan menggunakan penicillin.
Oxytetracycline digunakan dengan dosis 1.5 g. peroral, dilanjutkan dengan 0.6 g. tiap 6 jam selama 5 hari; tetapi cara ini menurut beberapa penelitian tidak dapat mencegah terjadinya komplikasi hati dan ginjal.Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan komplikasi berupa reaksi Jarisch-Herxheimer. Komplikasi ini biasanya timbul dalam beberapa waktu sampai dengan 3 jam setelah pemberian penicillin intravena; berupa demam, malaise dan nyeri kepala; pada kasus berat dapat timbul gangguan pernafasan
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
1. Identitass
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status, alamat, MRS, diagnosa.
2. Keluhan utama
Demam yang mendadak
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala dan nyeri tekan, mata merah, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat keperawatan
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Belum pernah menderita serius sehingga perlu opname hanya batuk, pilek dan panas biasa.
2. Riwayat penyakit sekarang
Mata kuning sejak 1 minggu yang lalu, Px bisa berjalan, kencing warna seperti teh, BAB lancar, warna kuning, mual dan muntah, panas dan seluruh badan bintik-bintik merah (biduran).
3. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit seperti yang diderita Kx.
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Review of sistem :
A. Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
B. Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
C. Sistem persyrafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah, injeksi konjunctiva.
D. Sistem perkemihan
Oligoria, perdarahan adernal.
E. Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, melena
F. Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular / urtikaria (biduran) yang teresebar pada badan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan penyakitnya (leptospirosis).
2. Nyeri (otot) berhubungan dengan proses perjalanan penaykitnya.
3. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi).
4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Resiko tinggi kurangnya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penyakitnya defisit imunologik
DAFTAR PUSTAKA
http://obatpropolis.com/leptospirosishttp://wiwik-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan-pasien-dengan_23.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_1637.html