askep Thalasemia

BAB 1
 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
    Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang bersifat herediter, dan diturunkan secara resesif. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thoomas Cooley  ( Cooleys Anemia ) yang didapat diantara keluarga keturunan Italia yang bermukim di Amerika Serikat. Kata Thalassemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Laut” dan digunakan pertama kali oleh Whipple dan Bradford pada tahun 1932.
    Prevalensi terjadinya thalasemia berbeda – beda untuk tiap ras, ras yang dominan terjadi thalasemia adalah penduduk China, Malaysia, Indocina, Afrika, Mediterania, Timur Tengah dan Asia. Dalam perkembangannya ditemukan bahwa thalasemia bukan hanya disebabkan faktor herediter, tetapi juga disebabkan karena terjadinya mutasi, terutama pada penduduk Timut Tengah, Afrika dan  Asia. Thalasemia terdiri dari dua jenis yaitu thalasemia alfa dan thalasmia beta.  Thalasemia Alfa pertama kali dilaporkan secara independen di Amerika Serikat danYunani pada tahun 1955, dan dikenal sebagai penyakit Hemoglobin  H. Penyakit ini disebabkan keadaan heterozigot Thalasemia alfa nol ( Alfa 1 ) dan Thalasemia Alfa Plus ( Alfa 2 ). Pada tahun 1958 Jenis kedua dijumpai di RS Bartolomew di London dan disebut Hemoglobin Bart yang merupakan keadaan homozigot dari thalassemia nol ( Alfa 1 )
    Insiden terjadinya penyakit ini cukup tinggi, pada individu kulit hitam, diperkirakan  satu dari empat ratus orang memderita penyakit ini. Dahulu 25 % kematian penderita terjadi sebelum berusia 5 tahun, namun dengan pengobatan baru, 85 % orang dengan gangguan ini dapat hidup sampai usia 20 tahun dan 60 % penderita dapat hidup sampai usia diatas 50 tahun.



BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi 
      
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). ( Ngastiyah, 1997 : 377 )
        Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 ).
    Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.

2.2 Macam-macam Thalasemia
Macam – macam Thalasemia :
1.    Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a.    Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b.    Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2.    Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai alpha.

2.3 Etiologi
1.    Keturunan (diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap talasemia dalam sel-selnya)
2.    Berkurangnya Hb A dan erithopoesis
3.    Tidak seimbangnya alfa dan beta rantai asam amino

2.4 Patofisiologi
    Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).

2.5  Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1.    Letargi
2.    Pucat
3.    Kelemahan
4.    Anoreksia
5.    Sesak nafas
6.    Tebalnya tulang cranial
7.    Pembesaran limpa
8.    Menipisnya tulang kartilago

2.6  Pathway
       Terlampir

2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik  pada pasien thalasemia :
1.    Pemeriksaaan laboratosium darah :
- Hb    : Kadar Hb 3 –  9 g%
- Pewarnaan SD : Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat, target cell, tear drop cell.
2.    Gambaran laboratorium darah :  eritripoesis hiperaktif
3.    Elektroforesis Hb :
-    Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
-    Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % ( N : <= 1 %

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain yaitu:
1.    Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2.    Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3.    Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4.     Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.

2.9 Komplikasi
1.    Fraktur patologi
2.    Hepatospenomegaly
3.    Gangguan tumbuh kembang
4.    Disfungsi organ



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian :
1.    Pengkajian fisik
1.1    melakukan pemeriksaan fisik
1.2    kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya aktivitas, anorexia, epistaksis berulang )
1.3    Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.
2.    Pengkajian umum
2.1    Pertumbuhan yang terhambat
2.2    Anemia kronik
2.3    Kematangan sexual yang tertunda.
3.    Krisis vaso Occlusive
3.1    Sakit yang dirasakan
3.2    Gejala yang dirasakan berkaitan dengan ischemia daerah yang berhubungan:
- Ekstrimitas    : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen    : terasa sakit
- Cerebrum    : troke, gangguan penglihatan.
- Liver    : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
- Ginjal    : hematuria
3.3    Efek dari krisis vaso occlusive adalah:
-     Cor            : cardiomegali, murmur sistolik.
Paru – paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
Ginjal         :  Ketidakmampuan memecah senyawa urine,  gagal ginjal.
Genital     : terasa sakit, tegang.
Liver     : hepatomegali, sirosis.
Mata             : Ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan         penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menimbulkan kebutaan.
Ekstrimitas    : Perubahan tulang – tulang terutama menyebabkan bungkuk, mudah terjangkit virus Salmonella, Osteomyelitis.

3.2    Diagnosa Keperawatan
1.    Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2.    Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3.    Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.

3.3    Intervensi Keperawatan
1.    Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:       
a.    Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
 Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
-    Jangan sampai terjadi infeksi
-    Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
 Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
b.    Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
 Intervensi keperawatan.
1)    Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2)    Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3)    Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
4)    Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5)    Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6)    Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
 Hasil yang diharapkan: Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
c.    Bebas dari infeksi
Intervensi keperawatan
1)    Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber– sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
2)     Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera. Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3)    Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
 Hasil yang diharapkan: Anak terbebas dari infeksi.
d.    Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
 Intervensi keperawatan :
1)    Jelaskan pentingnya transfusi darah
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2)    Jaga anak agar tidak dehidrasi
3)    Bujuk anak agar tidak tegang.
Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4)    Beri anlgesik
Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5)    Mencegah kegiatan yang tidak perlu
Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6)    Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
Rasional: untuk mencegah infeksi
7)    Lakukan latihan ROM pasif
Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8)    Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9)    Obsevasi tanda – tanda infeksi.
Rasional: agar dapat cepat ditangani.
 Hasil yang diharapkan:
Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.
2.    Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
 Tujuan: Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
 Intervensi keperawatan:
a.    Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
b.    Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
c.    Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
d.    Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
e.    Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
 Hasil yang diharapkan : Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
3.    Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan:
a.    Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
1)    Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2)    Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3)    Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4)    Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5)    Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
Hasil yang diharapkan: Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
b.    Agar menerima dorongan yang cukup.
 Intervensi keperawatan:
1)    Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2)    Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3)    Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
 Hasil yang diharapkan: Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.



DAFTAR PUSTAKA

Cecilly L Betz.2002.Buku saku keperawatan pediatri, Edisi 3.Jakarta:EGC

Doenges, Moorhouse, Geissler.2000.Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk   perencanaan dan pendokumentasian perawatan pesien. Jakarta:EGC

Mansjoer.1999.Kapita selekta kedokteran Ed 3 jilid 2 Media Aesculapius Jakarta:EGC

Suriadi dan rita yuliani.2001.Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta: CV. SAGUNG SETO

https://www.google.com/search?q=asuhan+keperawatan+pada+talasemia&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a (Online)diakses pada tanggal 25 januari 2013

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : askep Thalasemia