Askep Hipertensi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata Hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di masyarakat, dan merupakan penyakit yang terkait dengan sistem kardiovaskuler. Hipertensi memang bukan penyakit menular, namun kita juga tidak bisa menganggapnya sepele, selayaknya kita harus senantiasa waspada.
Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arterosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak jarang tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini, usaha-usaha baik untuk mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, hal ini dikarenakan banyak faktor penghambat yang mempengaruhi seperti kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, klasifikasi, tanda dan gejala, sebab akibat, komplikasi) dan juga perawatannya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni  mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak menimbulkan gagal ginjal, oleh karena perlu diadakan upaya-upaya untuk menekan angka peyakit hipertensi terlebih bagi penderita hipertensi perlu diberikan perawatan dan pengobatan yang tepat agar tidak menimbukan komplikasi yang semakin parah. Selain itu pentingnya pemberian asuhan keperawatan pada pasien hipertensi juga sangat diperlukan untuk melakukan implementasi yang benar pada pasien hipertensi.
Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan gangguan hipertensi ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka kesakitan  serta kematian karena hipertensi dalam masyarakat.


1.2    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
b.    Tujuan Khusus
1)    Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi anatomi dan fisiologi penyakit jantung, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet
2)    Memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan metodologi asuhan keperawatan yang benar



 BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk, 1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:


Klasifikasi
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage I
140-150
90-99
Hipertensi stage II
>150
>100

(Arif Muttaqin, 2009).    
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
<120
<80
Normal
<130
<85
Tingkat I (hipertensi ringan)
140-159
90-99
Sub group: Perbatasan
140-149
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
>180
>110
Hipertensi Sistol terisolasi
>140
<90
Sub group: Perbatasan
140-149
<90
(Andy Sofyan, 2012)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/Atau
Diastol (mmHg)
Normal
<120
Dan
< 80
Pre Hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi Tahap I
140-159
Atau
90-99
Hipertensi Tahap II
≥160
Atau
≥100
Hipertensi Sistol Terisolasi
≥140
Dan
<90
(Andy Sofyan, 2012)

2.3 Etiologi
a.    Elastisitas dinding aorta menurun
b.    Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c.    Kehilangan elastisitas pembuluh darah dan penyempitan lumen pembuluh darah
Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya:
a)    Hipertensi primer : Konsumsi Na terlalu tinggi, Genetik, Stres psikologis
b)    Hipertensi renalis : keadaan iskemik pada ginjal
c)    Hipertensi hormonal
d)    Bentuk hipertensi lain : obat, cardiovascular, neurogenik (Andy Sofyan, 2012)

2.4 Manifestasi Klinis
Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan berupa:
a.    Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium
b.    Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
c.    Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d.    Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e.    Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
f.    Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
(Elizabeth J. Corwin, 2000)

2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada sistem saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat. Yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan parifer (Bruner dan Suddarth, 2001).

2.6 Pathway
    Terlampir

2.7    Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi akibat dari hipertensi adalah sebagai berikut:
a.    Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b.    Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Dengan demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c.    Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya glomerulus, protein akan keluar melalui urin, sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
d.    Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang interstisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
e.    Wanita dengan PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat badan lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, dapat mengalami hipoksia dan asidosis apabila ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.
(Elizabeth J. Corwin, 2000)

2.8 Pemeriksaan Penunjang
a.    Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b.    BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal. Normalnya 8 sampai 24 mg/dL untuk pria dewasa (2,86 mmol ke 8.57/L) dan 6 sampai 21 mg/dL (2,14-7,50 mmol/L) untuk wanita dewasa.
c.    Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar katekolamin.
d.    Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
e.    CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
f.    EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi, Adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung  koroner atau aritmia.
g.    IVP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.
h.    Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung (Doenges, dkk. 1999).
2.9    Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah terjadinya morditas dan mortilitas peserta dengan mencapai dsn mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mm/Hg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan penurunan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, TPR. Intervensi farmokologis dan non farmokologis dapat membantu seseorang mengurangi tekanan darahnya.
a.    Pada sebagian orang, penurunan berat tampaknya mengurangi tekanan darah, dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut dan volume sekuncup juga berkurang.
b.    Olah raga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin TPR. Olah raga meningkatkan HDL, yang dapat mengurangi timbulnya hipertensi yang terkait-arterosklerosis
c.    Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara mnghambat respon stres saraf simpatis.
d.    Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
e.    Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan menyebabkan ginjal meningkatkan ekresi garam dan airnya. Sebagian diuretic (tiazid) tampaknya juga menurunkan TPR.
f.    Penghambat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung dan/atau arteri dengan menginerfensi influks untuk kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi . sebagian penghambat kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot vaskular. Dengan demikian, berbagai penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
g.    Penghambat enzim pengubah angiotesin II (inhibitor ACE) berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan TPR, dank arena angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatka pengeluran natrium melalui urin sehingga volume plasma dan curah jantung menurun. Karena enzim pengubah dan menurunkan tekanan darah dengan memperpnjang efek bradikinin.
h.    Antagonis (penyekat) reseptor-beta, terutama penyekat β1 selektif, bekerja pada reseptor bata di jantung untuk menurunkan keepatan denyut dan curah jantung.
i.    Antagonis reseptor-alfa di otot polos vascular yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
Dapat digunakan vasolodilator arteriol langsung untuk menurun TPR.


terima kasih sudah berkunjung, semoga bermaanfaat

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Askep Hipertensi