BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat dalam jumlah yang signifikan.
Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan otologik
Pendengaran normal ialah suatu keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya, sedangkan kekurangan pendengaran yaitu keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya.
Implantasi kokhlear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total, sedangkan untuk gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis terapi pilihannya adalah pembedahan dan belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami gangguanpendengaransensorineural.
Pengetahuan akan genetik dalam ketulian memberi harapan bagi berkembangnya pengobatan baru, ada anggapan bahwa sebagian kasus tuli pada anak disebabkan oleh mutasi gen tunggal, sedangkan sisanya oleh lingkungannya. (Brunner & Suddart, 2001)
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Agar pembaca bisa mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien otosklerosis.
b) Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi otosklerosis
2. Mengetahui etiologi otosklerosis
3. Mengetahui manifestasi otosklerosis
4. Mengetahui patofisiologi otosklerosis
5. Mengetahui komplikasi apa dari otosklerosis
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang di bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibatkan fiksasi pada stapes (Brunner & Sudart, 2001).
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya (Mediastore.2004).
Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab tersering dari tuli konduktif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal.
Jika pertumbuhan berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa terjadi tuli sensorineural (Mediastore.2004).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, otosklerosis yaitu suatu penyakit dimana tulang-tulang disekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes atau tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam.
B. Etiologi
Menurut Brunner & Suddert, 2001, penyebab otosklerosis yaitu :
1. Kolessteatoma
2. Sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan oleh otitis media yang kronik, gangguan pendengaran pun mudah terjadi, karena bentuk tubanya lebih pendek, lebar, dan mendatar. Kalau ada infeksi di saluran pernapasan atas, misalnya batuk pilek atau influensa, kuman-kumannnya lebih leluasa untuk sampai ke rongga telinga tengah. Maka OMA pun cepat terjadi. Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk cairan di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan meninggalkan lubang. Tuli pun bisa terjadi. Berdasarkan bagian yang mengalami gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondusif dan tuli saraf. Pada tuli kondusif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara akibat kelainan infeksi di telinga tengah hampir selalu menimbulkan tuli konduktif. Walaupun gendang telinga masih utuh, tulang-tulang pendengaran kita bisa terputus ( www.indomedia.com/intisari).
3. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih dari tulang pendengaran.
4. Perubahan-perubahan patologik kapsul labyrinth karena virus atau bakteri (rubella,influenza). Perubahan atau kerusakan kapsul labyrinth yang menyebabkan stapes kaku.
C. Patofisiologi
Menurut (Medistore.com.2004), Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk ran di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan meningalkan lubang. Tuli bisa terjadi. Berdasarkan bagian yang mengalami gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondutif dan tuli saraf. Pada tuli konduktif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara akibat kelainan infeksi di telinga hampir selalu menimbulkan tuli konduktif. Walaupun gendang teling masih utuh, tulang-tulang pendengaran bisa terputus.
Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab tersering dari tuli kondusif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal. Kekurangan pendengaran yang kongenital, dimana telinga luar dan telinga tengah masih ada, bisa diakibatkan oleh efek toksik. Otosklerosis diperkirakan disebabkan oleh adanya pembentukan baru tulang spongiosum yang abnormal, khususnya sekitar jendela ovalis yang mengakibatkan fiksasi pada stapes sehingga efisiensi transmisi suara menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan menghantarkan suara yang dihantarkan dari maleus dan inkus ke telinga dalam. Penyebab kekurangan pendengaran di telinga tengah ialah membran tympai yang abnormal, misalnya penebalan yang hebat, retraksi, skarifikasi atau perforasi. Kekakuan tulang-tulang pendengaran atau perubahan apapun di telinga tengah yang menyebabkan mobilitas tulang-tulang pendengaran terganggu, sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan oleh otitis media yang kronik. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih dari tulang pendengaran. Perubahan-perubahan patologik dari kapsul labyrinth yang menyebabkan stapes kaku. Kelainan ini dikenal dengan nama otosklerosis.
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala otosklerosis menurut Brunner & suddert, 2001 :
1. Pedengaran menurun secara progresif
2. Tinitus
3. Vertigo
4. Sulit mendengarsuara yang lembut dan nada rendah (tuli 30-40 db)
E. Pathway
Terlampir
F. Komplikasi
1. Tuli kondusif
2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah (kristal kolesterol)
5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang.
(Brnnuer & Suddart, 2001)
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Brunner & suddert :
1. Otoskopik
Untuk menemukan membran timpani yang normal
2. Pemeriksaan Audiometri/Audiologi
Untuk menguatkan adanya kehilangan pendengaran kondusif atau campuran khususnya pada frekuensi rendah. Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram : Audiogram nada murni (pure tone audiogram) Audiogram bicara (speech audiogram). Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes : tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau bukan. Tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N VIIIKeuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang me-nyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).
3. CT scan atau roentgen
Untuk mengidentifikasi adanya kerusakan dan keabnormalan pada struktur telinga
4. Test Rine
Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi
Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui perbedaan antara hantaran udara degan hantaran tulang
5. Test Weber
Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui daya tangkap suara antara telinga kanan dengan teliga kiri.(Brunner&Suddarth,2001)
6. Test Bisik
Test ini digunakan untuk mendeteksi pendengaran pasien pada jarak 5 meter dengan mendengarkan kata-kata yang dibisikkan yang memiliki nada rendah sampai dengan yang yang memiliki nada tinggi. Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.
7. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama dan digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli kondusif, nilai diskriminasinya (presentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal.
8. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli kondusif. Prosedur ini tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan bisanya digunakan pada anak-anak. Timpanometri terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui teling tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa: Penyumbatan tuba eustachius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang). Cairan di dalam telinga tengah Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah. Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes salah satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras atau gaduh (reflek akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neutral, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraski selama telinga menerima suara yang gaduh.
9. Tes dengan Impedance
Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak
tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan dengan Impedancemeter dapat diketahui : Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah? Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang melalui tuba Eustachii. Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah
akibat suatu radang. Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau sebab infeksi. Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis). Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.
H. Penatalaksanaan
Menurut Brunner&Suddart,2001 dan Mediastore 2004 :
Pengangkatan tulang stapes dan menggantikanya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita. Ada pilihan prosedur, yaitu:
1. Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian denga protese)
Beberapa ahli bedah memilih hanya mengambil sebagaian dataran kaki stapes dengan harapan hasilnya lebih baik, tanpa memperhatikan metode yang digunakan protesis dapat membantu menjembatani gp atara inkus dan telinga dalam.
2. Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese)
3. Penggunaan flurical (suplemen fluorida) yang dapat memperlambat pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
4. Alat Bantu dengar
Untuk rehabilitasi auditori sehingga suara lebih peka untuk diterima. Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah sura sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara. Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara. Sebuah speaker untuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkkan.
Berdasarkan hasil test fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural, Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Kemampuan mendengar penderita
2) Aktivitas di rumah maupun di tempat kerja
3) Keterbatasan fisik
4) Keadaan medis
5) Penampilan
6) Harga
Terdapat dua jenis alat bantu dengar berdasarkan hantarannya, yaitu:
a. Alat bantu dengar hantaran udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka. Alat ini ada 4 macam yaitu:
1) Alat bantu dengar yang dipasang di badan, digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
2) Alat bantu dengar yang dipasang di belakang telinga digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
3) CROS (contralaterl routing of signals). Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya. Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmitter radio berukuran mini. Dengan alat ini penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
4) BICROS (Bilateral CROS) Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penurunan fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
b. Alat bantu dengar hantaran tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore). Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengan hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
5. Implan koklea
Dengan mengganti koklea yang mengalami kerusakan. Pencangkokan koklea dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu merek dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi pendengarannya normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara, Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektonik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak (Brunner&Suddart,2001)
Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita.
Ada 2 pilihan prosedur, yaitu:
• Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese)
• Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese).
Jika penderita enggan menjalani pembedahan, bisa digunakan alat bantu dengar.
(Mediastore.2004)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
2. Penggambaran tentang masalah telinga sebelumya khususya telinga bagian tengah (termasuk adanya infeksi dan kehilangan pendengaran)
3. Riwayat pengguanaan obat sebelumya (alergi terhadap obat)
4. Riwayat keluarga tentang penyakit telinga (pendengaran)
5. Kaji adanya nyeri pada telinga (otalgia)
6. Kaji adanya eritema
7. Kaji adaya secret pada telinga (otore)
8. Kaji adanya tinnitus dan vertigo
B. Diagnosa
1. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan atau hilang pendengaran
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa pada tulang teliga
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
7. Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognisi dan tidak mengenal informasi
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunga dengan pembedahan telinga ekstensif
9. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga
C. Intervensi
1. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan atau hilang pendengaran
Intervensi :
o Gunakan bahasa non verbal ketika berkomunikasi dengan pasien
o Bertatap muka ketika berkomunikasi dengan paien
o Anjurkan untuk periksa telinga secara teratur
o Berikan penjelasan tentang proses perjalanan penyakit dan prosedur pengobatan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa pada tulang telinga
Intervensi :
o Observasi tanda-tanda vital
o Ajarkan teknik relaksasi
o Lakukan teknik distraksi
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
Intervensi :
o Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat umum
o Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaanya
o Berikan informasi mengenai penyakitnya
o Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo
Intervensi :
o Bantu klien dalam memenuhi ADL
o Berikan penjelasan pada klien mengenai kondisinya
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo
Intervensi :
o Ajarkan mobilisasi pasif
o Bantu klien dalam memenuhi ADL
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah
Intervensi :
o Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering
o Sajikan makann dalam keadaan hangat dan menarik
o Kolaborasi medis untuk pemberian anti emesis
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan tidak mengenal informasi
Intervensi :
o Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
o Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tentang penyakit dan kondisinya
o Diskusikan mengenai penyebab dari penyakitnya
o Minta klien dan keluarga untuk menjelaskan kembali tentang materi yang sudah dijelaskan
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
Intervensi :
o Observasi tanda-tanda vital
o Ajarkan teknik relaksasi
o Lakukan teknik distraksi
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
9. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga
Intervensi :
o Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik anti septik
• Observasi tanda-tanda infeksi
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes (Brunner & Sudart, 2001).
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya (Mediastore.2004).
B. Saran
Otosklerosis merupakan penyakit yang rawan menyerang kita. Maka dari itu disarankan agar setiap individu waspada terhadap timbulnya otosklerosis dengan cara lebih menjaga kebersihan diri terutama telinga. Jika timbul gejala – gejala otosklerosis segeralah periksa kedokter.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC, 2002.
Boies, L.R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan ke III. Jakarta : EGC, 1997.
Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher. Edisi ke 5 Cetakan ke2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002.
http://ariesblog-ariesblog.blogspot.com/2012/03/askep-otosklerosis_16.html